Jumat, 25 Oktober 2013

Bengkuang

Dadi wong iku yen isa nirua bengkuang. Bengkuang iku ditandur nyang ngendi wae isine tetep padha warnane, yaiku putih. Ditandur nyang lemah abang isine bengkuang tetep putih, ditandur nyang lemah ireng isine ya tetep putih, ditandur nyang tempat reged utawa tempat sampah isine ya tetep putih.

Pesan ini dapat diambil hikmah bahwa menjadi orang itu harus teguh pada prinsip untuk tetap menjadi baik. Warna putih seringkali dipakai sebagai simbol kesucian. Sebagaimana bengkuang yang sering dipakai untuk "ngademke lambung" jika kita tetap mempertahankan kesucian batin di segala tempat kita berada maka kita akan selalu menyejukkan suasana.

Wohing Jagung

"Dadi uwong kuwi yen isa kaya woh jagung, aja kaya woh jambu mete. Coba gatekna: woh jagung kae isine akeh naging dibungkus klobot, bedha karo woh jambu mete... isine siji dipamer-pamerake."

Jika kita perhatikan dari ungkapan tersebut, dapatlah dipetik hikmah bahwa orang yang berilmu banyak itu seringkali menyembunyikannya dari orang luar (disimbolkan dengan buah jagung), sedangkan orang yang berilmu sedikit biasanya selalu memamerkan ilmunya (disimbolkan jambu mete). Peribahasa ini sejalan dengan peribahasa "Semakin berisi, padi semakin merunduk."

KEMBANG KANIGARAN (MANGGIS)

Manusia dalam menjalani kehidupannya mestilah mencontoh buah manggis atau kembang kanigaran. Kembang kanigaran atau buah manggis seringkali dipakai sebagai lambang dari kejujuran. Seperti kita ketahui, isi buah manggis bisa diterka melalui kelopak yang terdapat pada kulit luarnya bagian bawah. Jika kelopaknya berjumlah lima, isi dari buah tersebut lima juga, jika kelopaknya berjumlah empat maka maka isinya juga pasti empat, jika kelopaknya berjumlah enam maka isinya juga pasti berjumlah enam. Antara kelopak luar dan isinya tidak pernah berbeda.

FALSAFAH KEHIDUPAN KANJENG SUNAN KALIJAGA

”Lamun sira menek, aja menek andha, awit lamun sira menek andha –sira ancik-ancik untu lan tekan ndhuwur, sira ketemu alam suwung. Nanging lamun sira menek, meneka wit klapa, sira bakal ngliwati tataran, lan ngrangkul (ngrungkepi) wit klapa. Tekan ndhuwur sira – ketemu apa? Sira bakal ketemu woh, ya wohing klapa.

Wohing klapa wiwit saka ing jeroning mancung, ya kuwi manggar, sakwise kuwi dadi bluluk, terus cengkir, deghan, njur kerambil/kelapa. Perangan njaba, sira ketemu apa? Sira ketemu tepes, sing watake enteng. Perangan njero maneh, sira ketemu apa? Sira bakal ketemu batok (tempurung) sing watake atos (teguh dalam prinsip). Perangan njero maneh, sira ketemu apa? Sira bakal ketemu jatine wohing klapa. Perangan njero maneh, sira ketemu apa? Sira bakal ketemu banyu ya banyu perwito sari. Ing sak jerone banyu, sira ketemu apa? Sira bakal ketemu rasa, ya jatining rasa (rasa rumangsa). Lamun sira menek maneh, sira ketemu apa? Sira bakal ketemu janur sing tegese jatining nur, ya nur muhammad.

Kenapa pohon kelapa yang dijadikan contoh? Karena Pohon Kelapa itu mulai dari akarnya yang paling bawah sampai ujung daunnya yang disebut janur semuanya bermanfaat. Pohon Kelapa juga sangat kokoh dan kuat tidak pernah roboh. Kalau kita memanjat Pohon Kelapa maka kita akan medapatkan buahnya. Kita akan bertanggung jawab, tidak sombong, tidak mudah jatuh, kita ikuti tataran yang ada dalam batang kelapa itu, kita akan selalu terus ke atas, kita akan memanjat dengan hati-hati sampai ke atas.

Lantas apa itu Tataran yang dimaksud dalam falsafah hidup Sunan Kalijaga di atas? Tataran itu dapat dimaknai sebagai aturan-aturan yang berlaku. Kalau kita ingin selamat di dunia, maka kita harus mengikuti aturan-aturan atau peraturan- peraturan dunia yang berlaku. Kalau kita ingin selamat di akhirat, maka kita harus mengikuti aturan-aturan atau peraturan-peraturan akhirat yang berlaku. Kalau kita ingin selamat di dunia dan akhirat, kita harus mengikuti aturan-aturan atau peraturan-peraturan yang berlaku di dunia dan akherat.

Buah kelapa menggambarkan secara kronologis kehidupan manusia dari mulai manggar diibaratkan janin, bluluk bermakna bayi, cengkir bermakna balita, deghan bermakna remaja, dan kerambil / kelapa bermakna dewasa. Falsafah ini memberi pencerahan makna hidup manusia yang harus dijalankan secara hati-hati, dari mulai janin sampai dewasa. Karena pada setiap tahapan tersebut bisa saja terjadi musibah dari yang kecil sampai meninggal dunia. Untuk itu kehati-hatian ini harus dijabarkan dalam mempersiapkan diri pada hidup dan kehidupan di dunia. Yaitu selalu berpegang teguh pada aturan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara agar selamat di dunia. Sejalan dengan itu juga berpegang teguh pada aturan keagamaan berdasarkan Al Qur’an dan hadist agar selamat di akhirat nanti. Kalau pegangan tersebut dilaksanakan secara konstisten dan konsekuen maka manusia tidak perlu gentar menghadapi takdir kematian kapan saja karena sudah siap untuk hidup dunia akhirat.

Dalam memanjat pohon kelapa, kita musti bekerja keras, hati-hati dan disiplin menelusuri tataran pohon kelapa untuk mencapai puncak hingga dapat menggapai buah pohon kelapa yang dapat diambil kemanfaatannya. Hal itu dapat kita petik hikmah bahwa dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, kita harus memiliki niat yang baik, bekerja keras, mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku – baik peraturan-peraturan dunia maupun akherat – dan hati-hati untuk mewujudkan kesejahteraan, ketentraman, kedamaian, dan kemamkmuran kita, masyarakat dan bangsa.

Jumat, 18 Oktober 2013

Hastabrata "wahyu Makutharama"

Berikut ini delapan wejangan Hastabrata atau wahyu makutharama untuk para pemimpin : ------------------------- Pratiwi yang berarti bumi, bumi mempunyai watak kuat sentausa… segala sesuatu mampu diangkatnya dengan gagah perkasa… baik itu manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan semua berpijak di atas bumi.. dan bumipun tidak pernah mengeluh atas beban itu…--------------------------- Surya yang berarti matahari, matahari mempunyai watak menerangi merata di seluruh jagat tanpa kecuali… sinar matahari bersifat memberikan kehidupan pada seluruh makhluk…------------------------- Candra yang berarti rembulan, rembulan mempunyai watak memberikan penerangan di kala malam hari atau pada saat gelap.. maka sifat rembulan memberikan penerangan kepada siapa saja yang sedang mengalami kegelapan.------------------------------- Samirana yang berari angin atau udara, udara mempunyai watak lembut dan dapat merata ke seluruh alam, baik itu yang keliatan maupun yang tidak.. terbukti di gua-gua yang dalam, berliku dan gelap sekalipun masih terdapat udara.. bahkan di dalam air sekalipun juga terdapat udara..--------------------------------------- Jaladri yang berarti lautan atau samudera, samudera mempunyai watak yang luas sehingga mampu menampung apa saja.. baik itu hal-hal yang baik maupun buruk.. segala sampah masuk ke laut, bahkan bangkai anjing sekalipun juga masuk ke laut.. namun laut tidak pernah mengeluarkan bau yang tidak sedap..-------------------------------- Tirta yang berarti air, air mempunyai watakmemberikan kehidupan kepada makhluk hidup.. baik manusia, tumbuh-tumbuhan maupun hewan semua membutuhkan air demi kelangsungan hidupnya..-------------------------------------------------------- Kartika yang berarti bintang, bintang mempunyai watak memberikan keindahan pada alam semesta.. kelip kelip bintang di malam memberikan rasa nyaman tenteram bagi siapa saja yang melihatnya..-------------------------------------------------- Dahana yang berarti api, api mempunyai watak mampu menghanguskan apa saja tanpa pandang bulu… maka sifat api ini diambil sebagai contoh untuk seorang raja harus mampu menghukum siapa saja yang salah, tidak bandang bulu apakah itu sanak atau keluarga, apabila bertindak salah harus dihukum demi tegaknya keadilan…

Kamis, 17 Oktober 2013

STRINARISWARI

Kalau kita menyimak Serat Pararaton, terdapat sebuah istilah yang khas, yakni 'Strinariswari' (Stri-Nara-Iswari), yakni tipe wanita yang mampu mengangkat martabat suami dan keluarga, dari suatu level biasa kepada level tinggi, atau bahkan menuju kepada derajat raja-raja. Ini dikatakan oleh Brahmana Lohgawe kepada Ken Arok, di kala Ken Arok menanyakan, apakah ada wanita yang memiliki sunar binabar ing sarira (sinar yang terbit dari sosok-tubuhnya). Karena itulah maka piwulang-piwulang kejawen menegaskan, kedudukan kaum wanita ditengah peraaban memiliki makna tersendiri, yang pantas diperhitungkan.------------------------- Kalau zaman Singsari diketahui ada istilah Strinariswari, maka pada zaman Sriwijaya terdapat sebuah istilah khas, yakni Nimas Perada Bhuwana, yakni tipe wanita yang lembut, anggun, namun suka bekerja keras. Ia terpilih di kalangan wanita atas dan bawah, dan setiap upacara Sidharyatra, persembahan para teluk dan selat sepanjang samudera yang mengelilingi pusat kedatuan Sriwijaya (abad VII-XIV), Nimas Perada Bhuwana merupakan alternatif, bahwa gadis-gadis dari lingkungan Swarnabhumi (jazirah pulau emas alias Sumatera Raya), banyak yang lahir dari kalangan usahawan dan nelayan yang berhasil mendukung kebesaran kerajaan Sriwijaya yang Bhudhistis kala itu.-------------------------------- Kalau kita tengok kebelakang lagi, ibu-ibu dari para tokoh pendiri dinasti kerajaan di Jawa, juga berasal dari kalangan jelata, dan penuh ketekunan serta pekerja keras. Misalnya, Mas Ayu Tedjowati, seorang selir Sunan Amangkurat Jawi, yang berputera RM Sudjono alias Pangeran Mangkubumi (kemudian bergelar Sultan Hamengkubumowo I, pendiri Kasultanan Yogyakarta).--------------------------------- Dalam Serat Dewa Ruci, terdapat Sekar Dhandhanggula yang menyebutkan, manakala sudah terdapat suatu sifat rangkum-rinangkum antara tokoh peradaban buana, yakni para pria dan wanita, maka akan terciptalah suatu suasana budaya yang tan asipat kakung, tan wanodya (tidak lagi memperlihatkan dominasi kaum pria maupun kaum wanita, jadi kehidupan ini hanya memperhatikan prestasi intelektual setiap tokohnya).

Adigang Adigung Adiguna

Adigang adigung adiguna tegese yaiku ngendel-endelake kekuwatan, panguwasa, lan kapinteran sing diduweni. Adigang yaiku sipat kang ngagul-agulake kekuwataning badan (raga), kayadene kidang. tandang tanduke cukat trengginas, playune pilih tandhing. Dene adigung iku sipat kang ngongsakake pangkat, drajat, keluhuran, apadene trah tedhak turune priyagung (wong gedhe). Pawongan kang nduweni watak adigung umume dipadhakake karo gajah. Awake gedhe, ora ana sing madhani, lan yen padudon akeh menange. Dene adiguna yaiku sipat kang ngendelake kapinteran lan akal. Sipat iki umume digambarake kaya watake ula. Ula iku katone ringkih, nanging wisane mbebayani.saya endah warnane ula, biasane saya mbebayani. --------------------------------- Adigang iku tegesé: ngandelaké marang kakuwatané. Adigung iku tegesé: ngandelaké marang gedhéné. Adiguna iku tegesé: ngandelaké marang kapinterané. Paribasan iki tegesé, wong aja ngandhelaké kaluwihané dhéwé waé.----------------------- Katelu sipat kasebut ( adigang, adigung lan adiguna ) sejatiné kaiket dadi siji ing sipating manungsa. Mula yèn salah sijiné bisa diudhari kateluné bakal sirna ( mati sampyuh ).--------------------------- Tetembungan iki tau ditembangaké ing karya tembang anggitané sampeyan dalem ingkang sinuwun Sunan Pakubuwana IV ing Serat Wulangrèh.--------------------------- Gambuh wonten pocapanipun, adiguna adigang adigung, pan adigang kidang adigung pan èsthi, adiguna ula iku telu pisan mati sampyuh.

Rabu, 02 Oktober 2013

Jalma Limpat Seprapat Tamat

Jalma limpat seprapat tamat iku tegese wong kang duwe daya linuwih bisa weruh sak durunge winarah. Paribasan isih magepokan karo paribasan liya sing tegesé amèh padha yakuwi: Punjul ing apapak, mrojol ing akerep, sing tegesé kurang luwih jalma sing pinunjul, luwih saka kanca-kancané, bisa mrantasi sakèhing prekara lan tansah ucul saka bebaya lan rubéda.------------------------------------ Bedaya Jawi umumipun kathah anelaah sesanti, inggih arupi sesanti saking tiyang sanes, sesanti saking jagad ingkan ginelar punika, lan sesanti saking Kang Murbeng Dumadi. -------------- Piyantun ingkang limpat saged maos sesanti-sesanti punika. Sanes dados juru ramal ingkang aeng-aeng, maos sesanti menika saking basa isyarat ingkan dipun gelar sak derengipun kedaden. Utawi ing basa Indonesianipun, " Pandai memprediksi apa yang terjadi di masa yang akan datang melalui tanda-tanda yang terjadi di masa sekarang". Menika ingkang kawastan jalma limpat seprapat tamat.

Selasa, 01 Oktober 2013

MEMAYU HAYUNING BAWANA

Manungsa urip ing ngalam donya pancen amung sak kedheping netra. Ing urip kang mung sak kedheping netra iki manungsa kudu tansah memayu hayuning bawana. Tegese tansah ngupayakake kesejahteraan, kebahagian dan keselamatan kanggo awake dhewe, keluargane dhewe lan wong-wong sak indenge dhewe. ------------------------------------- "Amemayu" iku tembung kriya sing tegese ngupadaya supaya tansah "ayu". Dadi, "memayu hayuning bawana" iku tumindak utawa tandang gawe sing tundhone bisa gawe raharjaning donya. Bebuden kang becik utawa bebuden kang luhur, iku ya mung bebuden kang dadi sumbering tumindak kang tumuju marang karahayon.--------------- Ana sing kagungan pamanggih menawa "memayu hayuning bawana" iku sesanti kang mokal lan angel cak-cakane. Lha wong lagi "memayu hayuning kulawarga" utawa "memayu hayuning bebrayan" bae ora gampang, kok arep "memayu hayuning bawana" utawa hayuning jagad!-------------------------------------------- Memayu hayuning bawana iku ora ateges memayu hayuning masyarakat ing saindhenging donya. Kulawarga, masyarakat sadesa, sakecamatan utawa kelompok masyarakat tinamtu, iku uga mujudake peranganing bawana. Dadi, leladi kanggo bebrayan, aweh pambiyantu tumrap fakir-miskin, nindakake jejibahan kanthi becik saengga murakabi tumrap bebrayan, kabeh mau klebu memayu hayuning bawana. Pemimpin kang tansah asung tuladha kang becik, ora korupsi, lan gedhe lelabuhane kanggo rakyat, iku wis jeneng memayu hayuning bawana.--------------------------------------- Bawana, jagad, bumi, rat, iku pancen amba, nanging wilayah kang klebu peranganing bawana iku uga klebu bawana. Pancen, kanthi tembung-tembung mau surasane banjur kaya digedhek-gedhekake. Ing pewayangan, Janaka iku digelari "lelananging jagat". Para raja ing Tanah Jawa jejuluke nganggo tembung-tembung sing maknane padha karo jagat, upamane: Hamengku Buwana, Paku Buwana, Amangkurat, Paku Alam. Para pangeran para manggalaning praja uga ora keri. Ana kang asmane Mangku Bumi, Pakuningrat, Prabuningrat, Kuncaraningrat, lan sapanunggalane. Jagat bae ana jagat gedhe lan jagat cilik. Senajan cilik, nanging ya diarani jagat.------------------------ Ayu, hayu, rahayu, raharja, iku kang diudi dening sok sapaa yang ngugemi sesanti "memayu kayuning bawana". Tembung-tembung mau tegese becik, aman, slamet, lan "sejahtera". Tembung "rahayu" dicamborake karo "wilujeng" dadi "rahayu wilujeng". Ing pamedhar sabda sing nganggo basa Jawa krama, panutuping atur adate dikantheni pangajab "mugi rahayu wilujeng ingkang pinanggih".---------------------------- Priyayi Jawa yen padha bage-binage yen nganggo basa krama adate mangkene: - "Sami sugeng rawuhipun?" + "Angsal pangestu panjenengan, wilujeng." Dene yen nganggo basa ngoko mangkene: - "Rak ya padha slamet ta Le?" + "Iya Ma, aku, mantumu, dalah putumu, oleh pangestumu padha slamet kabeh." ---------------------------------------- Keslametan, karahayon, iku wigati banget mungguhing manungsa. Sesanti "memayu hayuning bawana" iku mujudake pangudi lan pangajab marang karahayon. Karahayon mau kudu tansah diudi murih luwih sumebar lan saya murakabi. Sakabehing tindak lan tandang gawe kang becik, kang murakabi tumraping bebrayan, iku klebu memayu hayuning bawana.------------------- Sifat lan tindak tanduke manungsa iku ana kang tansah gawe kapitunaning bebrayan; ana sing ora gawe pitunaning masyarakat ning ya ora nguntungake bebrayan; ana sing ora ngrugekake masyarakat malah gawe rahayu lan sejahteraning bebrayan. Ya sifat lan pakarti sing keri dhewe iki kang klebu memayu hayuning bawana.------------------ Memayu hayuning bawana iku tumrap wong siji lan sijine ora padha. Kabeh mau gumantung marang kekuatan, kemampuan, keikhlasan, sarta kalungguhane dhewe-dhewe. Sing padha nglungguhi kursi pimpinan duwe kalodhangan lan jejibahan kang akeh kanggo amemayu hayuning bawana. Sing kalungguhane endhek bisa nindakake sesanti mau samurwat karo kalungguhan lan kekuwatanne. Manawa sesanti mau diugemi lan ditindakake wiwit para narapraja, wakil rakyat, PNS lan liya-liyane nganti pimpinan tingkat desa, mbokmenawa cita-cita supaya masyarakat Indonesia maju sarta adil makmur, bisa enggal kaleksanan.