Kamis, 17 Oktober 2013

STRINARISWARI

Kalau kita menyimak Serat Pararaton, terdapat sebuah istilah yang khas, yakni 'Strinariswari' (Stri-Nara-Iswari), yakni tipe wanita yang mampu mengangkat martabat suami dan keluarga, dari suatu level biasa kepada level tinggi, atau bahkan menuju kepada derajat raja-raja. Ini dikatakan oleh Brahmana Lohgawe kepada Ken Arok, di kala Ken Arok menanyakan, apakah ada wanita yang memiliki sunar binabar ing sarira (sinar yang terbit dari sosok-tubuhnya). Karena itulah maka piwulang-piwulang kejawen menegaskan, kedudukan kaum wanita ditengah peraaban memiliki makna tersendiri, yang pantas diperhitungkan.------------------------- Kalau zaman Singsari diketahui ada istilah Strinariswari, maka pada zaman Sriwijaya terdapat sebuah istilah khas, yakni Nimas Perada Bhuwana, yakni tipe wanita yang lembut, anggun, namun suka bekerja keras. Ia terpilih di kalangan wanita atas dan bawah, dan setiap upacara Sidharyatra, persembahan para teluk dan selat sepanjang samudera yang mengelilingi pusat kedatuan Sriwijaya (abad VII-XIV), Nimas Perada Bhuwana merupakan alternatif, bahwa gadis-gadis dari lingkungan Swarnabhumi (jazirah pulau emas alias Sumatera Raya), banyak yang lahir dari kalangan usahawan dan nelayan yang berhasil mendukung kebesaran kerajaan Sriwijaya yang Bhudhistis kala itu.-------------------------------- Kalau kita tengok kebelakang lagi, ibu-ibu dari para tokoh pendiri dinasti kerajaan di Jawa, juga berasal dari kalangan jelata, dan penuh ketekunan serta pekerja keras. Misalnya, Mas Ayu Tedjowati, seorang selir Sunan Amangkurat Jawi, yang berputera RM Sudjono alias Pangeran Mangkubumi (kemudian bergelar Sultan Hamengkubumowo I, pendiri Kasultanan Yogyakarta).--------------------------------- Dalam Serat Dewa Ruci, terdapat Sekar Dhandhanggula yang menyebutkan, manakala sudah terdapat suatu sifat rangkum-rinangkum antara tokoh peradaban buana, yakni para pria dan wanita, maka akan terciptalah suatu suasana budaya yang tan asipat kakung, tan wanodya (tidak lagi memperlihatkan dominasi kaum pria maupun kaum wanita, jadi kehidupan ini hanya memperhatikan prestasi intelektual setiap tokohnya).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar