Minggu, 22 September 2013
@Ngono ya Ngono...
ngono ya ngono ning aja ngono.
Jaman sekarang, kalimat itu sering dijadikan lucu-lucuan. Tapi sebetulnya mengandung makna yang dalam. Sayangnya kalimat ngono ya ngono, ning aja ngono kadang terlupakan maknanya. Bahkan mungkin ada yang menganggapnya kalimat sampah. Tapi jika diteropong lagi, kalimat itu mengandung nilai filosofis tinggi.
Secara harafiah, “ngono” artinya begitu. Jadi ngono ya ngono ning aja ngono, artinya kurang lebih, “Begitu ya begitu, tapi ya jangan begitu!”. Ini baru arti harafiahnya saja.
Kalimat itu biasanya diucapkan untuk mengingatkan seseorang. Jika ada orang yang perilakunya sulit ditolerir, maka biasanya diingatkan, “Begitu ya begitu (mungkin kamu betul), tapi ya jangan begitu (apa tidak ada cara yang lebih baik?)”. Ini baru arti tersiratnya saja. Belum makna filosofisnya.
Perilaku saling mengingatkan tentu tidak dalam kultur Jawa saja. Dalam kultur “ngana” (baca: Menado) pun, saling mengingatkan antarsesama ini juga dirangkum dalam peribahasa indah. Si Tou Timoi Tumou Tau. artinya “manusia hidup untuk memanusiakan orang lain”. Pada dasarnya motto ini sinkron dengan prinsip “mengingatkan sesama” sebagai inti dari pepatah Jawa, ngono ya ngono ning aja ngono.
Prinsip saling mengingatkan juga terkandung dalam idiom dialek Minahasa, baku beking pande (saling bikin pinter satu sama lain). Ini bukan diartikan secara dangkal, bahwa seseorang menepuk dada merasa lebih pandai dan ingin “sok mengajari”. Baku beking pande mengandung makna “saling”. Kalau ada yang kurang dan khilaf, ya wajar saja jika manusia saling mengingatkan. Tanpa perlu merasa tersinggung, gara-gara ada yang merasa digurui dan menggurui. Kata orang Jawa, tanpa perlu ada yang dituduh keminter atau mau minteri.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar