Rabu, 25 September 2013
@ Sura Dira Jayaningrat
“Suro diro jayaningrat, lebur dening pangastuti” atau yang bahasa Jawa kunonya “Sura sudira jayanikang rat, suh brastha tekaping ulah dharmastuti” bahwasanya, betapapun hebatnya seseorang, yang sakti mandraguna kebal dari segala senjata, namun manakala dalam lembaran hidupnya selalu dilumuri oleh ulah tingkah yang adigang-adigung-adiguna (mengandalkan kekuatan maupun kekuasaannya sehingga bisa berbuat sewenang-wenang dengan serta merta aji mumpungnya, maka pada saatnya niscayalah akan jatuh tersungkur dan lebur oleh ulah pakarti luhur (tindak perbuatan yang mengutamakan berlakunya nilai-nilai kemanusiaan yang luhur dan beradab guna menuju kearah terciptanya suatu masyarakat sejahtera lahir maupun batin, sebagai yang dimaksudkan dengan istilah pangastuti ataupun dharmastuti). Nilai-nilai filasfat timur yang pada hakekatnya sudah menjelma menjadi tata nilai kehidupan, dimana setiap kejahatan pasti akan dapat dihancurkan oleh kebajikan, oleh ulah pakarti yang baik, oleh berlakunya nilai-nilai keadilan dan kebenaran.
--- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- ---
Sura dira jayaningrah dapat berarti juga segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati dan sabar. Contohnya kisah yang dialami Oleh Nyai Pamekas : Alkisah sang putra mahkota jatuh cinta kepada istri Tumenggung Suralathi yang bernama Nyai Pamekas, seorang wanita yang sepantaran dengan dirinya. Wanita yang tidak hanya cantik lahiriyah tetapi juga suci hatinya. Begitu gandrungnya sang pangeran, sampai pada suatu saat Ki Tumenggung sedang dinas luar, beliau mendatangi Nyai Pamekas yang kebetulan sedang sendirian, untuk menyatakan maksud hatinya yang mabuk kepayang
Dengan tutur kata lembut dan "ulat sumeh" Nyai Pamekas berupaya menyadarkan R Citrasoma dari niat tidak baiknya, karena jelas menyeleweng dari sifat seorang ksatria dan melanggar norma-norma kesusilaan, tetapi sang Pangeran tetap ngotot. Nyai Pamekas mencoba ulur waktu, dengan mengingatkan bahwa ada banyak orang disitu yang berpeluang melihat perbuatan R Citrasoma, kecuali di"sirep" (dibuat tidur dengan ilmu sirep)
Bagi seorang yang sakti mandraguna seperti R Citrasoma, tentu saja me"nyirep" orang bukan hal besar. Ketika semua orang tertidur, kembali Nyai Pamekas mengingatkan bahwa masih ada dua orang yang belum tidur yaitu Nyai Pamekas dan R Citrasoma sendiri. Lebih dari pada itu, masih ada satu lagi yang tidak pernah tidur dan melihat perbuatan R Citrasoma, yaitu Allah yang Maha Melihat, Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.
R Citrasoma terhenyak dan sadar. Minta maaf kemudian kembali ke kediamannya. Nyai Pamekas berhasil mengatasi nafsu angkara tidak dengan kekerasan. Mungkin juga kalau keras dilawan keras justru akan terjadi hal yang tidak baik. Kelembutan dan kesabaran ternyata berhasil meluluhkan kekerasan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar