sebenarnya sejak kanak-kanak kita sudah dididik untuk memahami
bahwa “kebahagiaan butuh kerja keras” dalam hal ini melalui permainan "Engklek sunda manda".
Dalam “Sundah mandah” sawah baru kita peroleh setelah berjuang. Intinya,
manungsa dhemen enak lan kapenak, nanging kudu nukoni kangelan
dhisik. Masalahnya apakah ada yang menjelaskan kepada anak-anak
tersebut makna dibalik permainan “sundah mandah”, jangan-jangan tidak
ada. Lebih-lebih pada jaman sekarang, apakah masih ada anak-anak yang
bermain “sundah mandah”?
Dalam
bahasa Jawa kata “Basuki” mengandung arti selamat sejahtera, lahir dan
batin. sesuatu yang menjadi cita-cita orang Jawa pada umumnya. Dasanama
(sinonim) dari kata “basuki” dalam bahasa Jawa cukup banyak. Karena nama
dianggap mengandung makna, maka orang Jawa banyak (paling tidak pada
masa itu) memberi nama anaknya yang mengandung makna selamat dan
sejahtera. Contohnya: Basuki, Lestari, Slamet, Raharja, Rahayu, Sugeng,
Widada, Wilujeng, Yuwana. bahkan bisa didobel, misalnya Slamet Raharja.
Guna mencapai “Basuki” diperlukan “Beya”, yang artinya adalah biaya. Mendengar kata “biaya” maka yang pertama kali terlintas dalam otak kita pasti “uang”. Memang semua butuh uang, dan tidak sedikit. Ada dua guyonan yang semua orang sudah tahu, yaitu pada waktu tawar-menawar tarip dengan tukang becak: (1) Sewu njaluk slamet (seribu minta selamat) dan (2) Sewu tanpa rem (seribu tidak pakai rem). Ungkapannya sederhana, tapi silakan didalami, ternyata maknanya dalam.
Uang memang sakti. Tetapi sesakti-saktinya uang, ia tidak menyelesaikan masalah. Seorang teman yang sekarang sudah meninggal dunia, pernah mengatakan: “Uang itu pokok, tapi tidak prinsip. Jangan dibalik bahwa uang itu prinsip tapi tidak pokok. Maknanya lain”.
“Mawa beya” berarti membutuhkan biaya. “Beya” disini tidak berarti uang, walaupun pada jaman sekarang semuanya perlu dihitung dengan uang. ”Beya” dapat diartikan “input” untuk mencapai “basuki”. Pemikiran kita, waktu kita, kerja keras kita, pengorbanan kita, semua adalah input. Semua adalah modal. Tidak ada sesuatu yang turun begitu saja dari langit. Semuanya harus digali sendiri oleh manusia dari bumi. Kita tidak boleh “njagakake endhoge si blorok” dan orang yang “thenguk-thenguk nemu kethuk” memang ada tetapi kasuistik saja. Amat langka kejadiannya. Apalagi kalau dikaitkan dengan pembangunan, jelas tidak mungkin.
“Jer Basuki Mawa Beya” adalah pesan untuk kita semua: Perorangan, keluarga, masyarakat dan pemerintah. Semangat “Jer Basuki Mawa Beya” membangunkan kita semua untuk meningkatkan keikhlasan berkorban, meningkatkan partisipasi dalam mengisi kemerdekaan yang telah kita bayar dengan “beya” darah dan air mata.
Guna mencapai “Basuki” diperlukan “Beya”, yang artinya adalah biaya. Mendengar kata “biaya” maka yang pertama kali terlintas dalam otak kita pasti “uang”. Memang semua butuh uang, dan tidak sedikit. Ada dua guyonan yang semua orang sudah tahu, yaitu pada waktu tawar-menawar tarip dengan tukang becak: (1) Sewu njaluk slamet (seribu minta selamat) dan (2) Sewu tanpa rem (seribu tidak pakai rem). Ungkapannya sederhana, tapi silakan didalami, ternyata maknanya dalam.
Uang memang sakti. Tetapi sesakti-saktinya uang, ia tidak menyelesaikan masalah. Seorang teman yang sekarang sudah meninggal dunia, pernah mengatakan: “Uang itu pokok, tapi tidak prinsip. Jangan dibalik bahwa uang itu prinsip tapi tidak pokok. Maknanya lain”.
“Mawa beya” berarti membutuhkan biaya. “Beya” disini tidak berarti uang, walaupun pada jaman sekarang semuanya perlu dihitung dengan uang. ”Beya” dapat diartikan “input” untuk mencapai “basuki”. Pemikiran kita, waktu kita, kerja keras kita, pengorbanan kita, semua adalah input. Semua adalah modal. Tidak ada sesuatu yang turun begitu saja dari langit. Semuanya harus digali sendiri oleh manusia dari bumi. Kita tidak boleh “njagakake endhoge si blorok” dan orang yang “thenguk-thenguk nemu kethuk” memang ada tetapi kasuistik saja. Amat langka kejadiannya. Apalagi kalau dikaitkan dengan pembangunan, jelas tidak mungkin.
“Jer Basuki Mawa Beya” adalah pesan untuk kita semua: Perorangan, keluarga, masyarakat dan pemerintah. Semangat “Jer Basuki Mawa Beya” membangunkan kita semua untuk meningkatkan keikhlasan berkorban, meningkatkan partisipasi dalam mengisi kemerdekaan yang telah kita bayar dengan “beya” darah dan air mata.
dikutip dari : Iwan M Muljono. Thank you...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar